FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU
Bagi beberapa orang, mempelajari studi filsafat seringkali cenderung terlalu berat dan dianggap sebagai ilmu yang
istimewa, sehingga hanya orang-orang tertentu yang mau dan mampu mempelajarinya.
Dilain sisi, ada pula yang
berpendapat bahwa filsafat tidak lebih dari sekedar lelucon tidak bermakna alias
“omongkosong” karena ia seringkali membahas hal-hal yang jauh dari memiliki kegunaan praktis
dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan dalam lingkup kehidupan beragama,
beberapa kalangan ulama ada pula yang
menganggap filsafat sebagai ilmu yang
menyesatkan keimanan umat Islam,
dan telah memperpuruk peradaban fiqhiyah Islam. (JH.Rapar, 1996)
Sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengharamkan umat islam untuk mempelajari filsafat.
Bahkan, pemahaman seperti ini kembali mengemuka di
akhir-akhir ini, terutama muncul darimereka yang
mengklaim dirinya sebagai jama’ahbermadzhabsalafi.
Dalam pergaulan sehari-hari,
kita sering mendengar orang mengatakan “Falsafah hidupsayaadalah…”,
atau “Sebagai seorang pengusaha sukses ia memiliki falsafah hidup…”
barangkali ada pula yang menyatakan “Dalam hidup ini, saya berpegang teguh pada prinsip hidup….” Serta masih banyak pula contoh lainnya yang
merujuk pada sikap,
pandangan, gagasan, yang dipegang teguh seseorang dalam menghadapi segala
persoalan didalam hidupnya.
Pengalaman keseharian diatas menunjukkan bahwa sebenarnya berfilsafat dan
objek studi filsafat berada pada pengalaman kehidupan yang
dialami oleh sipemikir. Tetapi perlu dicatat bahwa bukanlah filsafat itu sama dengan berfikir. Berfilsafat memanglah mengaktifkan aktifitas berfikir,
tetapi belum tentu setiap aktifitas berfikir disebut sebagai aktifitas filsafat. Aristoteles yang
termasuk barisan filosof awal mengatakan bahwa aktifitas filsafat
bermula dari suatu rasa kagum (thauma) dari sang
pemikir atas hal-hal yang dialaminya,
dan diteruskan dengan beberapa prinsip dan asas dalam berfilsafat,
antara lain:
1. Menghilangkan paham ‘Sayalah
yang paling tahu!’
- Menaruh kesetiaan sepenuhnya terhadap kebenaran
- Bersungguh-sungguh dalam memahami suatu persoalan dan berusaha mencari jawaban
- Setia dan tidak mengenal lelah untuk mempraktikan ‘berfikir mendalam’
- Terbuka terhadap setiap kemungkinan kebenaran yang baru (Mustansyir, 2009)
Filsafat seringkali disebut sebagai ibu dari semua ilmu (mater
scientiarum). Statemen ini dapat dibuktikan,
setidaknya dengan skema sejarah munculnya ilmu-ilmu menyatakan bahwa kajian para
filosof di era awal yang
sangat luas berimplikasi pada munculnya ilmu-ilmu pada era
selanjutnya. Psikologi, salah satu ilmu yang di era modern
dikelompokkan pada kajian humaniora,
adalah salah satu disiplin ilmu yang
juga memiliki keberlanjutan sejarah dan pemikiran dengan ‘sang
induk segala ilmu’. (Suriarumantri, 2003).
Beberapa azas berfikir filsafat diatas juga tercermin dalam filsafat ilmu yang
dapat dipahami sebagai suatu bentuk pemikiran terhadap ilmu secara mendalam (filosofis)
dan bersifat refleksi lanjutan terhadapnya. Dengan kata lain,
jika berbagai disiplin ilmu lain (mis. Sosiologi, psikologi,
sejarah, dll) melakukan penyelidikan pada problem
dan obyek studi secara khusus,
maka tugas filsafat ilmu merupakan suatu penyelidikan lanjutan terhadapnya,
sehingga memungkinkan bagi kita untuk memahami kesaling hubungan antara obyek,
metode dan pendekatan ilmiah yang digunakan.Secara singkat,
perbedaan filsafat ilmu dengan disiplin ilmu lain
terletak pada perannya mempersoalkan azas serta alasan apakah yang menyebabkan
suatu ilmu dapat menyatakan dirinya sebagai suatu pengetahuan “ilmiah”. (Beerling, 1990).
Filsafat ilmu memberikan landasan umum filosofis dari setiap ilmu dapat dipersingkat melalui tiga pertanyaan penting, yaitu:
1. Apa yang kita ketahui?
2. Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan?
3. Apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
Dengan pengertian diatas, maka keterhubungan psikologi dengan
filsafat dapat dipelajari lebih jauh. Psikologi sebagai bidang ilmu yang secara khusus
bersinggungan langsung dengan objek studi yaitu manusia, mendapatkan refleksi
sekunder dari analisa kefilsafatan. Tujuan dari analisa sekunder ini untuk
memahami apa yang menjadi orientasi global serta kerja khusus dari ilmu psikologi itu sendiri. Filsafat ilmu juga
membahas mengenai metodologi, pertanyaan seperti apa yang disebut dengan
ilmiah, darimana sumber ilmu diperoleh, apa nilai yang dibawa oleh suatu ilmu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar