BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
Sistem Perwakilan di Indonesia?
2. Bagaimanakah
Sistem Perwakilan dalam Islam?
3. Bagaimana
Sistem Perwakilan di Indonesia yang berkaitan dengan Wakalah, Musyawarah, dan
Hikmah?
4. Bagaimanakah
hubungan antara Wakalah, Musyawarah, dan Hikmah?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui Sistem Perwakilan di Indonesia
2. Untuk
mengetahui Sistem Perwakilan dalam Islam
3. Untuk
mengetahui Sistem Perwakilan di Indonesia yang berkaitan dengan Wakalah,
Musyawarah, dan Hikmah
4. Untuk
mengetahui hubungan antara Wakalah, Musyawarah, dan Hikmah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Perwakilan di
Indonesia
A.
Teori Perwakilan Politik
1.
Teori Mandat
Teori ini pada dasarnya berasumsi
bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas pada mandate yang
disampaikan oleh orang-orang yang memberikan mandat.
·
Mandat imperatif, berarti bahwa hubungan antara
wakil dengan orang yang diwakili itu terbatas pada instruksi yang disampaikan
oleh orang-orang yang mewakilinya itu.
·
Mandat bebas,menyatakan bahwa di dalam
kedudukannya sebagai seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang
berada pada bingkai mandat yang diberikan.
·
Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas
mandat yang bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang
di dalam lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak atau
aspirasi orang yang memberikan mandat.
2.
Teori Organ
Teori ini beranjak pada kualitas
kelembagaan, bahwa pemilihan organ perwakilan menjadikan semua kekuasaan berada
pada lembaga yang dipilih.Sifat kolektivisme menjadi ciri khas dari teori
organ.Teori ini dipandang sebagai bentuk yang lebih rasional untuk
mengakomodasikan jumlah wakil yang sedikit, dibandingkan dengan orang-orang
yang diwakili dalam jumlah sangat banyak.
3.
Teori Hukum Objektif
Teori ini memberikan analisis
tentang lembaga perwakilan sebagai lembaga hukum yang berisi tidak saja
keberadaan wakil dan orang yang diwakil, tetapi juga aturan-aturan tentang
tentang bagaimana mekanisme perwakilan dan kinerja, daripada wakil di dalam
memenuhi aspirasi dari orang-orang yang diwakilinya.Semuanya harus dituangkan
dan terlembagakan dalam hukum yang bersifat objektif.
B.
Badan Legislatif Indonesia
1.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Dalam perspektif historis, cikal bakal MPR kini adalah
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beroperasi tahun 1945 hingga
1949.Saat itu, tata negara Indonesia belum semapan sekarang.PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945 menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.Dalam masa itu
belum ada struktur legislatif bernama MPR. Namun, dalam Aturan Peralihan UUD
1945 bahwa sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk oleh UUD ini, segala kekuasaannya
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
MPR sementara dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
(Penpres) Nomor 2 tahun 1959.Dasar hukumnya adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
itu. Isi dari Penpres tersebut adalah:
·
MPRS terdiri atas anggota DPR Gotong Royong ditambah
utusan-utusan daerah dan golongan;
·
Jumlah anggota MPR ditetapkan Presiden;
·
Yang dimaksud daerah dan golongan adalah Daerah Swatantra
Tingkat I (setara provinsi) dan Golongan Karya (fungsional);
·
Anggota tambahan MPRs diangkat Presiden dan mengucap sumpah
menurut agama di hadapat Presiden atau Ketua MPRs yang dikuasakan oleh
Presiden; dan
·
MPRs punya ketua dan beberapa wakil ketua yang diangkat
Presiden.
2.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR adalah suatu struktur legislatif yang punya kewenangan
membentuk undang-undang.Dalam membentuk undang-undang tersebut, DPR harus
melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden.
Anggota
DPR seluruhnya dipilih lewat pemilihan umum dan setiap calonnya berasal dari
partai-partai politik. Secara substansial, struktur dan fungsi DPRD I serta
DPRD II adalah sama dengan DPR pusat. Hanya saja, lingkup kewenangan DPRD I
adalah di tingkat Provinsi sementara DPRD II di tingkat Kabupaten atau Kota.
Fungsi-fungsi
yang melekat pada DPR adalah:
·
Fungsi anggaran, yaitu fungsi yang menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersama Presiden
·
Fungsi legislasi, yaitu fungsi membentuk undang-undang
bersama dengan Presiden
·
Fungsi pengawasan, yaitu fungsi yang mengawasi
jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang
dijalankan Presiden
Dalam menjalankan fungsi-fungsi
tersebut, setiap anggota DPR memilikihak hak-hak, yaitu:
a. Hak interpelasi, diatur dalam UU No 22 tahun 2003, yaitu sebagai lembaga DPR
berhak meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan
bernegara
b. Hak angket, yaitu hak DPR sebagai lembaga, untuk menyelidiki kebijakan pemerintah
yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat
dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
c. Hak menyatakan pendapat, adalah hak DPR sebagai lembaga,
untuk mengajukan usul menyatakan pendapat mengenai:
·
Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang
terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional
·
Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
·
Dugaan bahwa Presiden dan atau Wapres melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden atau Wapres.
d.
Hak mengajukan pertanyaan, yaituhak setiap anggota DPR untuk
mengajukan pertanyaan kepada Presiden yang disusun baik secara lisan/tulisan,
singkat, jelas, dan disampaikan kepada pimpinan DPR.
e. Hak menyampaikan usul, hak setiap anggota DPR untuk
menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan
maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.
f. Hak memilih dan dipilih, adalah hak setiap anggota DPR untuk
menduduki jabata tertentu pada alat kelengkapan DPR sesuai dengan mekanisme
yang berlaku
g. Hak imunitas, adalah hak setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di
hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang
dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib DPR dan Kode Etik anggota dewan
h. Hak membela diri, adalah hak setiap anggota DPR untuk melakukan pembelaan diri
dan atau memberi keterangan kepada Badan Kehormatan DPR atas tuduhan
pelanggaran Kode Etik atas dirinya.
i.
Hak protokoler, adalah hak setiap anggota DPR bersama
Pimpinan DPR sesuai ketentuan perundang-undangan
j.
Hak keuangan dan administrative, adalah hak setiap anggota DPR untuk
beroleh pendapatan, perumahan, kendaraan, dan fasilitas lain yang mendukung
pekerjaan selaku wakil rakyat.
Selain mempunyai hak, DPR juga
mempunyai kewajiban.Kewajiban-kewajiban tersebut adalah:
a.
Mengamalkan Pancasila
b.
Melaksanakan UUD Negara RI Tahun 1945 dan menaati segala peraturan
perundang-undangan
c.
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan
d.
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan
keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia
e.
memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
f.
Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat
g.
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan
h.
Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis
kepada pemilih dan daerah pemilihannya
i.
Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR
j.
Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga
yang terkait.
Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan adalah
sekelompok manusia yang mengadakan persekutuan yang didorong oleh
kepentingan-kepentingan tertentu.Kepentingan ini dapat berupa kepentingan umum
atau masyarakat luas ataupun kepentingan untuk kelompok tertentu. Contoh
persekutuan yang merupakan kelompok kepentingan, yaitu organisasi massa,
paguyuban alumni suatu sekolah, kelompok daerah asal, dan paguyuban hobi
tertentu.
Kelompok kepentingan bertujuan untuk
memperjuangkan sesuatu “kepentingan” dengan mempengaruhi lembaga-lembaga
politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan
keputusan yang merugikan.Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan
wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu
atau beberapa partai didalamnya atau instansi yang berwenang maupun menteri
yang berwenang.
Kelompok Penekan (Pressure Group)
Kelompok penekan merupakan
sekelompok manusia yang berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau
kegiatannya memberikan tekanan kepada pihak penguasa agar keinginannya dapat
diakomodasi oleh pemegang kekuasaan. Contohnya, Lembaga Swadaya Masyarakat
Peduli Nasib Petani, dan Lembaga Swadaya Masyarakat Penolong Korban Gempa. Pada
mulanya, kegiatan kelompok-kelompok ini biasa-biasa saja, namun perkembangan
situasi dan kondisi mengubahnya menjadi pressure group.
Partai Politik
Partai politik merupakan sarana
seseorang untuk melakukan partisipasi politik sebagai aktualisasi hak-haknya
sebagai warga negara.Partai politik tidak bisa lepas dari peran warga negara
sebagai pendukungnya. Melalui partai, seorang warga akan melakukan partisipasi
politik, yang mana hal ini mencakup semua kegiatan sukarela seseorang
dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik, pembentukan kebijakan publik,
memilih dalam pemilihan umum, menjadi anggota partai, kelompok kepentingan,
kelompok penekan, duduk dalam lembaga legislatif dan sebagainya.
A. Pengertian Partai Politik
Secara umum partai politik adalah suatu
kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai,
dan cita-cita yang sama. Adapun tujuan dibentuknya sebuah partai adalah untuk
memperoleh kekuasaan politik, dan merebut kedudukan politik dengan cara (yang
biasanya) konstitusional yang mana kekuasaan itu partai politik dapat
melaksanakan program-program serta kebijakan-kebijakan mereka.
Berikut akan dipaparkan beberapa
definisi partai politik oleh para ahli :
- Menurut R.H Soltau, partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk mengendalikan dan menguasai pemerintahan serta melaksanakan kebijakan umum mereka
- Menurut Carl J. Frederich, partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil.
- Menurut Sigmund Neumann dalam bukunya Modern Political Parties, partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
- Menurut Mark N. Hagopian, partai politik adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan
Partai Politik
Pendapat dari beberapa ahli
terkemuka mengenai pengertian partai politik:
1. Roger F. Soltau
Partai politik adalah sekelompok
warga negara yang sedikit banyak terorganisasi, bertindak sebagai suatu
kesatuan politik dan yang bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan
kebijaksanaan umum mereka.
2. Huszar dan Stevenson
Partai politik adalah sekelompok
orang yang terorganisasi serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar
dapat melaksanakan program-programnya dan menempatkan atau mendudukan
anggota-anggotanya dalam jabatan pemerintahan.
Dari kedua pendapat itu dapat
disimpulkan bahwa partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit
banyak telah terorganisir, dimana anggota-anggotanya memiliki cita-cita, tujuan
dan orientasi yang sama. Tujuan dari partai politik ini sendiri adalah
memperoleh dan mengendalikan kekuasaan politik atau pemerintahan, dan
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan dengan jalan menempatkan
anggota-anggotanya di dalam jabatan-jabatan politik ataupun pemerintahan.
Cara yang digunakan adalah dengan melalui cara yang konstitusional,
seperti ikut serta dalam pemilihan umum dan cara yang inkonstitusional, seperti
mengadakan pemberontakan.
5 fungsi dasar keberadaan partai politik menurut kajian literatur yang
ada, yaitu sebagai berikut :
1. Fungsi Artikulasi Kepentingan
Artikulasi kepentingan adalah suatu
proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui
wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan,
tuntutan dan kebutuhan kelompoknya terlindungi dalam pembuatan kenijakan
publik.
2. Fungsi Agregasi
Agregasi kepentingan adalah cara
bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang
berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik.
Agregasi kepentingan ini berlangsung dalam diskusi lembaga legislatif.
3. Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu
cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap, dan etika politik
yang berlaku atau yang dianut oleh suatu negara.
4. Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik adalah suatu
proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili
kelompoknya untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif dan
politik
- Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi politik adalah salah satu
fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yangt tersedia,
yaitu dengan mengadakan komunikasi informasi, isu, dan gagasan politik. Media
massa banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan
politik.
Sistem komunikasi politik di Indonesia dikembangkan dengan dasar komunikasi
yang bebas dan bertanggung jawab. Setiap media massa bebas memberitakan suatu
hal selama tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku serta tidak
membahayakn kepentingan negara dan masyarakat.
Kelompok kepentingan
Menurut Gabriel A. Almond, ada empat tipe kelompok kepentingan yaitu sebagai
berikut :
- institusional interest groups, yang terdiri atas elit politik, tentara, anggota parlemen, para pemuka agama, kelompok profesi dan lain-lain.
- associational interest groups, yang merapukan penggabungan dari kelompok elit dan kelompok tertentu (khusus), seperti perserikatan dagang dan perhimpunan dagang.
- non-associational interest groups, yang terdiri atas kelompok etnis, suku, agaa dan lain-lain.
- anomic interest groups yaitu kelompok bersifat spontan, misalnya kelompok demonstrasi.
Tujuan dari kelompok kepentingan ini
adalah untuk memperjuangkan sesuatu kepentingan dan mempengaruhi
lembaga-lembaga politik untuk memperoleh keputusan yang menguntungkan dan
menghindari keputusan yang merugikan.
Kelompok kepentingan tidak berusaha
untuk memasukkan wakil-wakilnya dalam Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi cukup
memengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya, instansi pemerintah, atau
ment’ri yang berwenang.
Dengan demikian, kelompok
kepentingan memiliki orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai
politik.Selain itu, organisasi kelompok kepentingan lebih longgar daripada
partai politik.
Kelompok Penekan
Kedudukan dari kelompok penekan ini dapat memaksa atau mendesak pihak yang
berada dalam pemerintahan atau pimpinan agar bergerak ke arah yang
diinginkanatau justru berlawanan dengan desakannya.
Walaupun tujuan akhir dari kelompok penekan ini sama seperti tujuan akhir dari
kelompok kepentingan sehingga mereka sering disamakan. Perbedaan dari kelompok
penekan dan kelompok kepentingan terdapat pada orientasi mereka.
Apabila pemerintah membutuhkan pers atau media massa untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat secara cepat dan menyeluruh mengenai peristiwa
banjir, maka media massa akan dipergunakan untuk membantu pemerintah dalam
menyampaikan hal tersebut.
Pada kasus tersebut, media massa berfungsi sebagai kelompok kepentingan yang
mempunya tugas untuk menyampaikan sesuatu kepada khalayak luas secara
menyeluruh dan merata. Orientasi kelompok kepentingan lebih bersifat dari atas
ke bawah.
Sedangkan disisi lain, media massa berfungsi sebagai kelompok penekan bagi
pemerintah setempat atau pemerintah pusat.
Contohnya, kasus tindakan pelecehan
seksual dan kecurangan yang berusaha untuk ditutupi. Media massa menuntut untuk
dibukanya kasus tersebut secara transparan. Deasakan media massa membuat kasus
yang seharusnya diperuntukkan untuk konsumsi terbatas menjadi tersebar dan
diketahui oleh seluruh masyarakat. Atau contoh yang lain, seperti peran media
massa dalam penggulingan pemerintahan Orde Baru menjadi Orde Reformasi. Pada
kedua kasus tersebut, media massa berperan dengan tujuan menggeraka massa atau
pihak tertentu tanpa harus terjun ke lapangan. Oleh kar’na itu, orientasi
kelompok penekan lebih bersifat dari bawah ke atas.
Tokoh Politik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tokoh adalah seseorang yang menjadi pusat
perhatian. Politik sendiri merupakan sebuah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara.
Dalam suatu negara, orang-orang yang dianggap tokoh politik adalah orang-orang
yang berkecimpung dalam lembaga eksekutif dan legislatif.Umumnya, orang-orang
yang bergerak dalam lembaga lainnya seperti lembaga yudikatif (penegakkan hukum
dan militer) tidak dianggap sebagai tokoh politik walaupun mereka terlibat
dalam tugas pemerintah.
Dari kedua definisi tersebut, tokoh politik adalah seseorang yang menjadi pusat
perhatian perhatian di bidang politik dan bergerak dalam dinamika politik yang
telah dan sedang berlangsung.
Media Komunikasi Politik
Komunikasi politik pada hakikatnya menggambarkan proses penyampaian
informasi-informasi politik, Sebelum membahas komunikasi politik, maka terlebih
dahulu kita harus mengenal media komunikasi (media massa). Melalui media massa
inilah dapat disampaikan informasi-informasi politik. Adapun media massa yang
dikenal antara lain, radio, televisi, pers (surat kabar, majalah).
Dewasa ini, banyak terdapat kecenderungan untuk mengembangkan komunikasi yang
netral atau komunikasi yang obyektif yaitu penyampaian informasi yang tidak
memihak.
Selain itu, komunikasi politik juga dapat dilakukan melalui kegiatan seperti
kampanye, pawai, aksi, rapat terbuka, diskusi, dan seminar.
MAHKAMAH KONSTITUSI
Mahkamah konstitusi adalah salah
satu kekuasaan kehakiman di Indonesia.Sesuai dengan UUD 1945 (Perubahan
Ketiga), kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, wewenang dan kewajiban
Mahkamah Konstintusi adalah :
- Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Berkewajiban memberi putusan atas pndapatan Dewan Perwalikan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD
1945.,
Dari buku perpus internet
5 konsep perwakilan
1. Delegated representation, dalam
konsep ini seorang wakil adalah perantara (jutu bicara) yang bertidak atas nama
kelompok yang diwakilinya. Karena itu, para wakil yang berlaku sebagai
perantara tidak dip;erkenankan untuk bertindak diluar kuasa yang member mandate
2. Microcosmic representation, konsep
ini menunjukkan bahwa adanya kesaman sifat-sifat antara mereka yang diwakili
dengan diri sang wakil. Karenanya kebutuhan ataupun tuntutan wakil adalah juga
kebutuhan mereka-mereka yang diwakili
3. Simbolyc representation, merupakan
bentuk perwakilan yang hendak memperlihatkan bahwa mereka-mereka yang mewakili kelompok tertentu
melambangkan identitas atau kulitas klas atau golongan yang tengah diwakilinya.
4. Elective representation, konsep ini
dianggap belum menggambarkan kuasa atauhal-hal yang harus dilakukan wakil
mereka, sehingga belum menjelaskan tentang hubungan antara wakil dengan yang
memilihnya
5. Party representation,
individu-individu dalam lembaga perwakilan merupakan wakil dari partai politik
(atau koetituen) yang diwakilinya
2.2 Sistem Perwakilan Dalam
Islam
Memilih Ulil Amri dan Wakil
Rakyat
Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh
sembarangan memilih pemimpin yang menjadi ulil amri bagi mereka. Imam Al
Mawardi dalam Al Ahkam as Sulthaniyyah mensyaratkan pemilihan kepala
negara atau Imam dengan dibentuknya Dewan Pemilih Imam (Ahlul Ikhtiar) yang
memiliki kemampuan dan keahlian dalam memilih kepala negara atau Imam.
Persyaratan dari Dewan Pemilih Imam ini meliputi : (1) bersikap adil
(al’adalah) dengan segala persyaratannya, (2) berilmu (al ilmu), yakni
mengetahui apa persyaratan seorang kepala negara atau imam dalam pandangan
Islam, dan (3) memiliki pendapat dan hikmah kebijaksanaan (ar ra’yu wal
hikmah) sehingga bisa menentukan mana yang lebih layak sebagai Imam/Kepala
negara dan lebih mengerti pengaturan urusan kemaslahatan umat.
Oleh karena itu, menyerahkan keputusan
pengangkatan kepala negara atau kepala daerah dengan pilpres dan pemilukada
seperti yang berlangsung selama ini jelas tidak memenuhi tata cara memilih
dalam syariat Islam. Sebab dengan pilpres dan pemilukada yang mengikuti
arahan negara-negara Barat penganut sistem demokrasi yang hanya membodohi umat
Islam di negeri ini, rakyat yang tidak memenuhi syarat memilih sebagaimana yang
diterangkan oleh Imam Al Mawardi di atas justru diberi wewenang. Dengan
pemaksaan sistem pemilu demokratis “one man one vote” suara seorang ulama
yang ahli syariah dan para profesor yang ahli tata negara disamakan dengan orang-orang
yang sama sekali tidak berilmu apalagi memiliki hikmah
kebijaksanaan. Jelas pemilu pilpres dan pemilukada yang mengikuti
sistem demokrasi ini bertentangan dengan prinsip syura atau permusyawaratan
yang dikutip dalam sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”.
Dalam sistem syariah, setelah seorang kepala negara dipilih oleh Dewan Pemilih Imam (DPI) atau Ahlul Halli wal Aqdi (Para ulama ahli siyasah syari’iyyah yang memiliki keahlian dalam mengurai dan menyimpulkan masalah kenegaraan), maka kepala negara punya wewenang mengangkat para kepala daerah untuk memerintah atau menjadi ulil amri di daerah atau wilayah tersebut.
Dalam sistem syariah, setelah seorang kepala negara dipilih oleh Dewan Pemilih Imam (DPI) atau Ahlul Halli wal Aqdi (Para ulama ahli siyasah syari’iyyah yang memiliki keahlian dalam mengurai dan menyimpulkan masalah kenegaraan), maka kepala negara punya wewenang mengangkat para kepala daerah untuk memerintah atau menjadi ulil amri di daerah atau wilayah tersebut.
Para kepala daerah ini sebagai
kepanjangan kepala negara melaksanakan amanah jabatan pemerintahan seperti
kepala negara, yakni menjaga agama dan memelihara urusan kemaslahatan
rakyat. Mereka wajib melayani rakyat dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah saw. pernah berpesan kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al As’ary
yang beliau utus sebagai kepala daerah di Yaman agar bersikap baik dalam
melakyani rakyat. Beliau saw bersabda kepada keduanya :“Permudahkanlah
urusan mereka, janganlah kalian persulit. Gembirakanlah mereka, janganlah
kalian hardik. ” (HR. Bukhari).
Khalifah Umar bin Khaththab r.a. pernah memanggil seorang wali kota Hims di Syam (Syria) karena tidak melayani rakyat pada waktu-waktu tertentu. Ternyata walikota tersebut hanya memiliki baju sebuah untuk menerima tamu termasuk rakyatnya dan harus mencucinya pada waktu-waktu tertentu sehingga dia tidak bisa menerima tamu.
Khalifah Umar r.a. pernah memberhentikan Saad bin Abi Waqqash r.a. dari jabatan wali atau gubernur bukan karena berkhianat tapi karena ada protes-protes dari warga masyarakat di wilayah kekuasaannya. Jadi dalam sistem pemerintahan syariah kepala daerah cukup diangkat oleh kepala negara, namun bisa diganti sewaktu-waktu bila diperlukan atau bila ada ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikannya sebagai ulil amri.
Adapun wakil rakyat dipilih dari yang terbaik di antara rakyat, yakni para ulama dan para tokoh umat yang memiliki syarat sebagai dewan pemilih di atas untuk mewakili rakyat dalam memilih penguasa. Selain itu, fungsi wakil rakyat dalam hal ini antara lain menampung keluhan masyarakat atas kebijakan kepala daerah yang kurang mewujudkan tugas pokok dan fungsi mereka yakni menjaga dan menjalankan pemerintahan dengan syariat Islam serta melayani kebutuhan masyarakat dengan baik. Juga para wakil rakyat yang duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat (majelis Ummat) berfungsi sebagai pihak yang diajak bermusyawarah atau pihak yang diambil pendapatnya oleh kepala negara sesuai firman Allah SWT:
Khalifah Umar bin Khaththab r.a. pernah memanggil seorang wali kota Hims di Syam (Syria) karena tidak melayani rakyat pada waktu-waktu tertentu. Ternyata walikota tersebut hanya memiliki baju sebuah untuk menerima tamu termasuk rakyatnya dan harus mencucinya pada waktu-waktu tertentu sehingga dia tidak bisa menerima tamu.
Khalifah Umar r.a. pernah memberhentikan Saad bin Abi Waqqash r.a. dari jabatan wali atau gubernur bukan karena berkhianat tapi karena ada protes-protes dari warga masyarakat di wilayah kekuasaannya. Jadi dalam sistem pemerintahan syariah kepala daerah cukup diangkat oleh kepala negara, namun bisa diganti sewaktu-waktu bila diperlukan atau bila ada ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikannya sebagai ulil amri.
Adapun wakil rakyat dipilih dari yang terbaik di antara rakyat, yakni para ulama dan para tokoh umat yang memiliki syarat sebagai dewan pemilih di atas untuk mewakili rakyat dalam memilih penguasa. Selain itu, fungsi wakil rakyat dalam hal ini antara lain menampung keluhan masyarakat atas kebijakan kepala daerah yang kurang mewujudkan tugas pokok dan fungsi mereka yakni menjaga dan menjalankan pemerintahan dengan syariat Islam serta melayani kebutuhan masyarakat dengan baik. Juga para wakil rakyat yang duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat (majelis Ummat) berfungsi sebagai pihak yang diajak bermusyawarah atau pihak yang diambil pendapatnya oleh kepala negara sesuai firman Allah SWT:
dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran 159).
Semoga dengan pemahaman yang jernih,
memasuki tahun baru 1435H kita bisa menghijrahkan sistem pemerintahan kita yang
selama ini dijalankan dengan arahan demokrasi sekuler liberal Barat menuju NKRI
Bersyariah sesuai arahan Allah SWT dan Rasul-Nya. Allahu Akbar!
2.3
Sistem
perwakilan yang berkaitan dengan wakalah, Musyawarah, Hikmah
2.3.1
Wakalah
1. Pengertian Wakalah
Al-Wakalah atau al-wikalah menurut bahasa, artinya al-hifdz, al-kifayah,
al-dhaman dan al-tafwidh(penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat) (1)
Kata wakalah huruf wawu diharakati fathah dan kadang-kadang dikasrah, menurut
bahasa adalah penyerahan dan penjagaan. Misalnya, wakkaltu fulaanan (saya
mengangkat si fulan sebagai penjaga), dan wakkaltu amra ilaihi (saya
menyerahkan urusan kepadanya).
Adapun menurut istilah syar’i ialah akad perwakilan antara dua pihak, di mana
pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas
nama pihak pertama. Tentu dalam hal perwakilan yang boleh diwakilkan. (2)
Malikiyah berpendapat bahwa
al-wakalah adalah : “Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam
hak (kewajiban), dia yang mengelola pada posisi itu”.
Hanafiyah berpendapat bahwa
al-wakalah adalah : “Seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf
(pengelolaan)”. (3)
Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa al-wakalah adalah : “Suatu ibarah seorang
menyerahkan sesuatu kepada yang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya”.
Hanabilah berpendapat bahwa
al-wakalah adalah : “Permintaan ganti seseorang yang membolehkan tasharruf yang
seimbang pada pihak lain, yang di dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak
Allah dan hak-hak manusia”. (4)
Ibnu Arfah menyatakan bahwa al wakalah terjadi apabila satu pihak menunjuk
pihak yang lain untuk melalkukan suatu pekerjaan dalam urusan tertentu. Dalam
hal ini, seorang yang telah diberikan hak perwakilan diperbolehkan melakukan apa
saja yang boleh di lakukan oleh pihak yang memberikan perwakilan, seperti
melakukan kontrak, menagih dan memberikan hutang/pinjaman atau melepaskannya.
Asy Syafi'i mejelaskan akad al wakalah ini sebagai perwakilan
seseorang untuk menyerahkan apa yang dilakukannya kepada orang lain.
Ada beberapa jenis wakalah, antara
lain:
·
Wakalah al muthlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa
batasan waktu dan untuk segala urusan.
·
Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukkan wakil untuk
bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu.
·
Wakalah al ammah, perwakilan yang lebih luas dari al
muqayyadah tetapi lebih sederhana dari al muthlaqah.
2. Hukum Dasar Al-Wakalah
Dalam
hal ini wakalah ditetapkan boleh dilakukan dan diakui sebagai ikatan kontrak
yang disyariatkan. Dari dasar hukum ibahah (diperbolehkan), al-wakalah bisa
memiliki muatan sunnah, makruh, haram atau bahkan wajib, sesuai dengan motif
pemberi kuasa, pekerjaan yang dikuasakan atau faktor lain yang melingkupi.
Al-Wakalah
merupakan jenis kontrak ja'iz min at-tharafain, yakni bagi kedua pihak berhak
membatalkan ikatan kontrak, kapanpun mereka menghendaki.Pemberi kuasa
(al-muwakkil) berhak mencabut kuasa dan menghentikan penerima kuasa (al-wakil)
dari pekerjaan yang dikuasakan.Begitu pula sebaliknya, bagi penerima kuasa
(al-wakil) berhak membatalkan dan mengundurkan diri dari kesanggupannya
menerima kuasa.
3. Rukun Wakalah
·
Orang yang mewakilkan (Muwakkil)
·
Orang yang mewakili (Wakil)
·
Sesuatu yang diwakilkan(Muwakkal
fihi)
·
Lafazh mewakilkan(Shighat)
4. Syarat Wakalah
·
Orang yang mewakilkan (Muwakkil)
·
Orang yang mewakili (Wakil)
·
Sesuatu yang diwakilkan (Muwakkal
Fihi)
·
Lafazh mewakilkan (Shighat)
5. Mewakilkan Untuk Jual Beli
a.
Perwakilan Tanpa ikatan (Wakalah
Muthlaqah)
Seseorang mewakilkan orang
lain untuk menjual sesuatu tanpa ada ikatan harga tertentu, pembayaran kontan
atau diangsur, di kampung atau di kota, maka wakil (orang yang mewakili) tidak
boleh menjualnya dengan seenaknya saja. Dia harus menjual sesuai dengan harga
pada umumnya, dan dengan penjualan tunai, sehingga dapat dihindari ghubn
(kecurangan) kecuali bila penjualan tersebut diridhai oleh yang mewakilkan.
Karena penjualan dengan cara seperti itu dapat menghilangkan kemaslahatan bagi
yang mewakilkan, sehingga harus dikembalikan kepada kerelaannya.
Pengertian mewakilkan
secara mutlak bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semena-mena, tetapi
maknanya ia berbuat untuk melakukan jual beli yang dikenal di kalangan para
pedagang dan untuk hal yang lebih berguna bagi yang mewakilkan.
Abu Hanifah berpendapat
bahwa wakil tersebut boleh menjual sebagaimana kehendak wakil itu
sendiri.Kontan atau berangsur-angsur, seimbang dengan harga kebiasaan maupun
tidak, baik kemungkinan adanya kecurangan maupun tidak.Karena beginilah
pengertian wakalah mutlak (menurut Imam Abu Hanifah, pent). (Lihat Fiqhus-Sunnah,
karya Sayyid Sabiq III/235)
b.
Perwakilan Dengan ikatan (Wakalah
Muqayyadah)
Jika perwakilan bersifat
terikat, wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang
yang mewakilkan. Ia tidak boleh menyalahinya kecuali kepada yang lebih baik dan
bermanfaat bagi orang yang mewakilkan.
Bila dalam persyaratan
ditentukan bahwa benda tersebut harus dijual dengan harga dua juta rupiah kemudian
dijual dengan harga yang lebih tinggi misalnya tiga juta rupiah atau dalam akad
ditentukan bahwa barang itu boleh dijual dengan angsuran, kemudian barang
tersebut dijual secara tunai, maka penjualan ini sah menurut pandangan Abu
Hanifah.
Bila yang mewakili
menyalahi aturan-aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan
tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka tindakan tersebut batal
menurut pandangan imam Syafi’i.Sedangkan menurut madzhab Hanafi tindakan itu
tergantung pada kerelaan orang yang mewakilkan.Jika yang mewakilkan
membolehkannya, maka penjualannya menjadi sah, bila tidak meridhainya maka
menjadi batal.
6. Kapan Wakalah Berakhir?
Akad wakalah akan berakhir dengan adanya salah
satu dari hal-hal berikut ini:
·
Wafatnya salah seorang dari yang
berakad karena salah satu syarat sahnya akad adalah orang yang berakad masih
hidup.
·
Bila salah seorang yang berakad
gila, karena di antara syarat sahnya akad adalah orang yang berakad mempunyai
akal.
·
Dihentikannya pekerjaan yang
dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini wakalah tidak
berfungsi lagi.
·
Pemutusan oleh orang yang
mewakilkan terhadap wakil meskipun wakil belum mengetahui (pendapat Syafi’i dan
Hambali). Menurut madzhab Hanafi, wakil wajib mengetahui putusan yang
mewakilkan. Sebelum ia mengetahui hal itu, tindakannya itu tak ubah seperti
sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya
·
Wakil memutuskan sendiri, dan
tidak disyaratkan orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak
disyaratkan pula kehadirannya. Namun menurut madzhab Hanafi hal itu semua
disyaratkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau membahayakan.
·
Keluarnya sesuatu yang diwakilkan
dari status kepemilikan orang yang mewakilkan. (Lihat Fiqhus-Sunnah, karya
Sayyid Sabiq III/236-237).
2.3.2
Musyawarah
Pentingnya
Musyawarah Dalam Mengambil Setiap Keputusan
Islam memandang musyawarah
sebagai salah satu hal yang amat penting bagi kehidupan insani, bukan saja
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam kehidupan berumah tangga
dan lain-lainnya.Ini terbukti dari perhatian al-Qur’an dan Hadis yang
memerintahkan atau menganjurkan umat pemeluknya supaya bermusyawarah dalam
memecah berbagai persoalan yang mereka hadapi.
Musyawarah itu di pandang
penting, antara lain karena musyawarah merupakan salah satu alat yang mampu
mempersekutukan sekelompok orang atau umat di samping sebagai salah satu sarana
untuk menghimpun atau mencari pendapat yang lebih dan baik.
Adapun bagaimana sistem
permusyawaratan itu harus dilakukan, baik Al-Qur’an maupun Hadis tidak
memberikan penjelasan secara tegas. Oleh karena itu soal sistem permusyawaratan
diserahkan sepenuhnya kepada umat sesuai dengan cara yang mereka anggap baik.
Para ulama berbeda pendapat
mengenai obyek yang menjadi kajian dari permusyawaratan itu sendiri, adakah
permusyawaratan itu hanya dalam soal-soal keduniawian dan tidak tentang
masalah-masalah keagamaan? Sebagian dari mereka berpendapat bahwa musyawarah
yang dianjurkan atau diperintahkan dalam islam itu khusus dalam masalah-masalah
keduaniawian dan tidak untuk soal-soal keagamaan.
Sementara sebagian yang lain
berpendirian bahwa disamping masalah-masalah keduniawian, musyawarah juga dapat
dilakukan dalam soal-soal keagamaan sejauh yang tidak jelaskan oleh wahyu
(Al-Qur’an dan Hadis)
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, yang
jelas antara persoalan-persoalan duniawi dan agamawi tak dapat dipisahkan
meskipun antara yang satu dengan yang lain memang dapat di bedakan. Dan suatu
hal yang telah di sepakati bersama oleh para ulama ialah bahwa musyawarah tidak
di benarkan untuk membahas masalah-masalah yang ketentuannya secara tegas dan
jelas telah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
2.3.3
Hikmah
1. Definisi Hikmah
Arti hikmah menurut bahasa adalah
sebagai berikut:
·
adil, ilmu, sabar, kenabian, al-Qur’an, dan Injil.
·
ungkapan untuk mencegah sesuatu yang utama dengan ilimu yang
lebih utama.
·
Al-hakiim, yaitu orang yang cermat dalam segala urusan, atau
orang yang bijak, yakni orang yang telah ditempa berbagai pengalaman.
·
Al hakam dan al hakiim, yaitu penguasa dan hakim. tulisannya
hakiim, tapi maknanya hakim.
·
Al-hikmah, yaitu objek kebenaran (al haq) yang didapat
melalui ilmu dan akal.
·
Al hakiim, juga bermakna orang yang mencegah kerusakan.
·
Al hakamatu, yaitu seseorang yang menghadang kuda. maksudnya
ia mencegah kuda agar tidak lari kencang dan ia dapat mengendalikan.
·
Al hukmu, yaitu mencegah kezhaliman.
Adapun definisi hikmah menurut
istilah, para ulama berbeda pendapat dalam menafsirinya yang ada dalam
al-Qur’an dan sunah.Diantara mereka ada yang menafsirkan kata hikmah sebagai
kenabian, al-Qur’an, nasikh mansukh, muhkam mutasyabih, halal haram dan
sebagainya.Ada yang menafsirkan wahyu Allah yang diberikan kepada nabi Muhammad
beserta kitabnya.Ada hikmah adalah mengetahui yang benar dan mengamalkan,
hikmah adalah sikap wara’ (menjauhkan diri dari perbuatan maksiat) dalam
dinullah, hikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, hikmah adalah
menjawab dengan cepat, hikmah adalah ilmu dan pengamalannya.seseorang tidak
dikatakan hakiim (bijak), kecuali ia menggabungkan ilmu dan pengamalannya.
Terkait dengan ayat di atas, ulama
juga berbeda dalam menafsirkan ayat tersebut. Ada yang menafsirkan hikmah
sebagai gaya bahasa yang bijak, lemah lembut, sehingga bisa memberikan kesan
yang baik, tidak menggunakan kekerasan dan paksaan .
Sehingga orang yang dianugerahi HIKMAH adalah:
·
Orang yang mempunyai ilmu mendalam dan mampu mengamalkannya.
·
Orang yang benar dalam perkataan dan perbuatan.
·
Orang yang menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya
(adil).
·
Orang yang melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar